Latar Belakang Peristiwa Mei 1998
Peristiwa Mei 1998
Peristiwa Mei 1998 yang merupakan
suatu gerakan reformasi di Indonesia ini dilatarbelakangi oleh berbagai faktor,
baik politik, sosial, dan ekonomi. Dari faktor politik, dipicu oleh
pengangkatan kembali Soeharto menjadi Presiden RI setelah hasil pemilu 1997
menunjukkan bahwa Golkar sebagai pemenang mutlak. Hal ini berarti dukungan
mutlak kepada Soeharto makin besar untuk menjadi presiden lagi di Indonesia
dalam sidang MPR 1998. Terpilihnya kembali Soeharto menjadi Presiden RI
kemudian Ia membentuk Kabinet Pembangunan VII yang penuh dengan ciri nepotisme
dan kolusi.
Dari faktor ekonomi, Indonesia
merupakan salah satu Negara yang terkena dampak dari krisis moneter dunia yang
berakibat pada merosotnya nilai rupiah secara drastis. Hal ini diperparah
dengan utang luar negeri Indonesia yang semakin memburuk. Keadaan semakin kacau
karena terjadinya ketidakstabilan harga harga bahan pokok, termasuk minyak.
Kenaikan harga minyak sendiri kemudian berpengaruh pada kenaikan tarif angkutan
umum.
Dari faktor sosial, banyak terjadinya konflikkonflik
sosial diberbagai daerah di Indonesia. Selain itu, krisis ekonomi yang
berkepanjangan berdampak pada rakyat yang banyak mengalami kelaparan. Hal ini
berakibat pada hilangnya kepercayaan rakyat kepada pemerintah. Ini berarti
bahwa krisis ekonomi yang melanda Indonesia mendorong hancurnya kredibilitas
pemerintah Orde Baru dimata rakyat.
Secara garis besar, kronologi gerakan
reformasi ini diawali dengan adanya sidang Umum MPR (Maret 1998) memilih
Suharto dan B.J. Habibie sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI untuk masa
jabatan 19982003. Presiden Suharto kemudian membentuk dan melantik Kabinet
Pembangunan VII. Kabinet yang sarat akan kolusi dan nepotisme ini kemudian
membuat mahasiswa bergerak. Ditambah dengan terjadinya krisis moneter, maka
pada bulan Mei 1998, para mahasiswa dari berbagai daerah mulai bergerak
menggelar demonstrasi dan aksi keprihatinan yang menuntut penurunan harga
barangbarang kebutuhan (sembako), penghapusan KKN, dan mundurnya Suharto dari
kursi kepresidenan.
Pada tanggal 12 Mei 1998, dalam
aksi unjuk rasa mahasiswa Universitas Trisakti Jakarta telah terjadi bentrokan
dengan aparat keamanan yang menyebabkan empat orang mahasiswa (Elang Mulia
Lesmana, Hery Hartanto, Hafidhin A. Royan, dan Hendriawan Sie) tertembak hingga
tewas dan puluhan mahasiswa lainnya mengalami lukaluka. Kematian empat
mahasiswa tersebut mengobarkan semangat para mahasiswa dan kalangan kampus
untuk menggelar demonstrasi secara besarbesaran.
Hal ini berlanjut pada tanggal 1314 Mei 1998,
di Jakarta dan sekitarnya terjadi kerusuhan massal dan penjarahan sehingga
kegiatan masyarakat mengalami kelumpuhan. Dalam peristiwa itu, puluhan toko
dibakar dan isinya dijarah, bahkan ratusan orang mati terbakar. Pada tanggal 19
Mei 1998, para mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Jakarta dan
sekitarnya berhasil menduduki gedung MPR/DPR.
Melihat aksiaksi tersebut,
akhirnya pada tanggal 19 Mei 1998, Harmoko sebagai pimpinan MPR/DPR mengeluarkan
pernyataan berisi ‘anjuran agar Presiden Suharto mengundurkan diri’. Pada
tanggal 20 Mei 1998, Presiden Suharto mengundang tokohtokoh agama dan tokohtokoh
masyarakat untuk dimintai pertimbangan dalam rangka membentuk Dewan Reformasi
yang akan diketuai oleh Presiden Suharto.
Dan puncaknya, pada tanggal 21 Mei
1998, pukul 10.00 di Istana Negara, Presiden Suharto meletakkan jabatannya
sebagai Presiden RI di hadapan Ketua dan beberapa anggota Mahkamah Agung.
Berdasarkan pasal 8 UUD 1945, kemudian Suharto menyerahkan jabatannya kepada
Wakil Presiden B.J. Habibie sebagai Presiden RI. Pada waktu itu juga B.J.
Habibie dilantik menjadi Presiden RI oleh Ketua MA.
Dampak yang ditimbulkan dari
peristiwa ini tentu saja adalah turunnya Soeharto dari kursi Presiden. Selain
berdampak pada turunnya Soeharto dari kursi Kepresidenan, peristiwa Mei 1998
ini juga berdampak pada:
a. Banyak yang hilang pekerjaan
akibat tempattepat bekerja dirusak ataupun di bakar
b. Kerugian materil yang tidak
dapat dihitung lagi.
c. Banyak korban yang menderita
fisik dan psikis, apalagi korban dari tindak kekerasan seksual.
Permasalahan ekonomi yang
berkepanjangan sejak Tahun 1997, membuat Indonesia mengalami krisis. Terjadi
PHK di manamana, banyaknya pengangguran dan harga BBM dinaikkan membuat
keadaan semakin memburuk. Aksiaksi mahasiswa yang telah bergulir sejak awal
1998 semakin marak dan menular ke banyak kampus di seluruh Indonesia. Aksi
mahasiswa yang terjadi sepanjang Mei 1998 menemukan momentumnya pada tanggal 12
Mei 1998 di kampus Universitas Trisakti di Jalan Kyai Tapa, Grogol, Jakarta.
Peristiwa ini telah merenggut nyawa empat orang mahasiswa Trisakti akibat
tembakan peluru tajam oleh aparat kepolisian.
Kerusuhan Mei 1998 terjadi pada
tanggal1315. Ketiadaannya aparat membuat kerusuhan Mei 1998 ini mencapai
klimaksnya pada 14 Mei 1998. Perspektif Politik terjadinya Kerusuhan Mei 1998
tidak lepas dari aspek politik yang terjadi saat itu. Isu rivalitas antara
Wiranto dan Prabowo menjadi pembicaraan kalangan elite khususnya elite tentara
sejak awal 1998. Sebagian pegamat menganalisa bahwa “konflik” yang terjadi
antara Wiranto dan Prabowo sengaja diciptakan Soeharto agar terjadi
keseimbangan sehingga tidak ada yang terlalu dominan.
Kasus yang memukul Prabowo menjelang Mei 1998
adalah penculikan aktivis mahasiswa. Kasus penculikan tidak dapat dipisahkan
dari situasi keamanan, khususnya di ibukota, pada akhir 1997 dan Januari 1998.
Dengan munculnya kasus penculikan, posisi Wiranto menjadi di atas angin. Ia
berhasil menampilkan diri sebagai figure demokrat dan seolaholah berpegang
pada hukum. Prabowo mengakui adanya sembilan orang yang ditangkap anggota Tim
Mawar. Semuanya telah dilepaskan dengan selamat dan mereka yang masih hilang
bukanlah tanggung jawabnya. Artinya, memang ada pihakpihak lain di luar
Prabowo yang ikut menangkap para aktivis. Rivalitas antara Prabowo dan Wiranto
jelas mewarnai politik internal di ABRI menjelang Insiden Trisakti dan huruhara
Mei 1998.
Kepentingankepentingan golongan saat
kerusuhan Mei 1998 dapat kita lihat dari beberapa petinggi negara yang
melakukan suatu tindakan yang menurutnya itu merupakan suatu pengamanan.
Penculikan ini merupakan kerja politik yang kuat untuk mempertahankan kekuasaan
melalui keunggulan monopoli alatalat kekerasan, dengan kata lain kasus
penculikan merupakan operasi intelejen dari sebuah desain politik untuk
mengamankan kepentingan status quo kekuasaan.
Saat terjadinya kerusuhan pun Pangab Wiranto
pergi ke Malang pada 14 Mei 1998 dengan membawa banyak jenderal sedangkan saat
itu situasi di Jakarta sedang darurat dan tidak ada pengamanan satupun dari
Brimob, pasukan Brimob ditarik dan Kostrad yang diturunkan ke lapangan untuk
pengamanan. Karena saat itu komando masalah keamanan adalah Mabes ABRI yang
membawahi POLRI dan TNI.
Disengaja atau tidak tetapi itu
yang terjadi pada saat huruhara berlangsung. Hubungan Militer dan Sipil saat
itu berlangsung baik. Tetapi pada saat itu sipil yang dianggap pro demokrasi
dan menginginkan perubahan membuat para petinggi menganggap orang sipil menentang
penguas rezim ORBA. Masa pemerintahan ORBA juga dikenal sebagai pemerintahan
yang militeristik. Dimana dalam setiap mengatasi masalah yang terjadi di
masyarakat, pemerintahan selalu menggunakan militer untuk mengatasi masalah
yang sering kali menggunakan cara yang bersifat represif. Pelanggaran HAM dapat
dilakukan terangterangan dimanapun oleh alat negara tanpa adanya proses hukum.
Awal 1998 saat pemerintahan Orba
berlangsung terjadi krisis. Krisis yang tidak mampu diatasi oleh pemerintah
saat itu membuat rakyat melakukan tindakan kejahatan di manamana. Aksi
masyarakat yang dipelopori oleh mahasiswa mulai terjadi dimanamana. Aksi
dilakukan untuk menuntut mundur Soeharto karena dinilai telah gagal dalam
mengatasi masalah krisis Indonesia. Soeharto memerintahkan militer untuk
menghalang aksi demonstrasi yang dilakukan oleh masyarakat. Bahkan militer
tidak segansegan melakukan tindakan represif yang berujung pada kematian di
kalangan demonstran. Situasi ini membuat Soeharto mengundurkan diri sebagai
Presiden saat itu.
Referensi:
www.sejarahakademika.blogspot.com/2013/11/peristiwa-mei-1998-sebagai-tonggak.html